Dalamurusan keagamaan keislaman telah final. Eksistensi Nabi saw dan al-qur`an merupakan penyempurna bagi segenap syariat-Nya. Perubahan Perilaku 1. Harus bertakwa kepada-Nya. 2. Bersikap sami'na wa atha'na terhadap Allah, Rasulullah saw, dan pemimpin kaum muslimin. 3. Berpegang kuat dengan sunnah Nabi saw dan sunnah Khulafa'ur Rasyidin. 4. tvca8k. PERINTAH UNTUK MENGIKUTI SUNNAH RASULULLAH DAN LARANGAN DARI FANATISME DAN TAQLIDOleh Syaikh Masyhur bin Hasan Alu SalmanSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarganya dan semua yang saya cintai karena Allah. Saya bersaksi di hadapan Allah, bahwa saya mencintai antum semua dan orang-orang shalih di negeri ini semata karena Allah. Saya datang ke Indonesia untuk yang ketiga kalinya. Dan saya –alhamdulillah- mendapatkan kebaikan yang sangat banyak di negeri ini. Saya berdoa semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits qudsi وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي الْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي فِي الْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّOrang-orang yang duduk di satu majelis karena Aku, maka mereka pasti mendapatkan kecintaan dari-Ku. Orang-orang yang berkumpul karena Aku, maka telah mendapatkan kecintaan kita ketahui bersama, orang yang masuk ke dalam agama Islam harus mengatakan أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا الله, وَأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِDua kalimat tersebut merupakan kalimat yang sangat agung. Seseorang tidak bisa dikatakan muslim, kecuali jika dia telah mengucapkan dua kalimat tersebut, memahami dan melakukan konsekuensi dari kedua kalimat makna perkataan أَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلا الله adalah tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Maka wajib bagi seorang muslim untuk merealisasikan ubudiyahnya kepada Allah. Ubudiyah kepada Allah adalah kecintaan yang sempurna, taat dan tunduk terhadap perintahNya. Oleh sebab itulah, semua para nabi datang membawa panji الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُSesungguhnya agama yang Allah diridhai di sisiNya adalah Islam.[Ali Imran/319].Allah يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَDan barangsiapa yang menginginkan agama selain Islam, maka tidak akan pernah diterima agama itu darinya.[Ali Imran/385].Semua agama di atas bumi adalah agama yang batil, kecuali Islam. Allah tidak akan menerima dan rela untuk hambaNya, kecuali agama Islam ini. Agama ini wajib dijalankan dan diamalkan oleh kaum muslimin. Allah لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُAllah telah mensyariatkan bagi kalian agama seperti yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Muhammad dan Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu “Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya. Amat berat bagi kaum musyrikin agama yang kamu serukan mereka kepadanya. Allah memilih orang-orang yang dikehendakiNya kepada agamaNya dan memberikan petunjuk kepada agamaNya orang-orang yang kembali kepadaNya. [Asy-Syura/4213].Allah memilih orang-orang tertentu dari kalangan ahli tauhid dan ahli dien. Namun syi’ar slogan seorang muslim adalah tauhid dan Sunnah. Karena itu, keimanan seorang muslim tidak akan sempurna kecuali jika dia telah mengatakan أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاّ اللهُDengan itulah, tauhid akan terwujud, dan juga dengan kalimat أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِMakna kalimat ini, ialah tidak ada orang yang berhak diikuti, kecuali Rasulullah Shallallahu alaihi wa seorang muslim tidak boleh menjadikan seorang syaikh, madzhab, kelompok, jama’ah, nalar, pendapat, aturan politik, adat, taqlid, budaya, warisan nenek moyang, sebagai panutan dan diterima begitu saja tanpa melihat dalil. Seorang muslim tidak bisa dikatakan muslim yang sempurna, sampai ia melaksanakan ubudiyah penghambaan diri hanya untuk Allah saja dan menjadikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai orang yang dia ikuti. Barangsiapa yang menisbatkan diri kepada salah satu madzhab, kelompok atau jama’ah atau akal, maka ucapannya “Asyhadu anna Muhammad Rasulullah” masih dianggap kurang dan tidak yang telah kami sebutkan itu merupakan ketetapan semua ulama Islam, terutama para imam yang empat, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad, semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka Abu Hanifah berkata ”Haram bagi seseorang mengemukakan pendapat kami, sampai dia mengetahui dari mana kami mengambilnya”.Dan Imam Malik, sambil memberikan isyarat ke arah makam Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sambil berkata ”Semua orang, perkataannya bisa diambil dan bisa ditolak, kecuali perkataan orang yang ada di dalam kuburan ini,” yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.”Imam Syafi’i berkata ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.Pada suatu hari, datang kepadanya seseorang dan berkata “Wahai, Imam. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda begini dan begini sambil menyebutkan hadits dalam masalah ini. Lalu, apa pendapatmu, wahai Imam?” Maka Imam Syafi’i marah besar dan berkata ”Apakah engkau melihat saya keluar dari gereja? Apakah engkau melihatku keluar dari tempat peribadatan orang Yahudi? Engkau menyampaikan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Maka aku tidak berkata apa pun, kecuali seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam“.Karena itulah, salah satu muridnya yang bernama Yunus bin Abil A’la Ash Shadafi dalam satu majelis pernah ditanya tentang satu masalah. Maka dia menjawabnya dengan hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Lalu ada yang bertanya ”Apa pendapat Imam Syafi’i dalam masalah tersebut?” Beliau menjawab ”Madzhab Imam Syafi’i ialah hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, karena saya pernah mendengar beliau berkata ”Jika ada hadits shahih, maka itulah madzhabku”.Begitu pula Imam Ahmad, beliau adalah orang yang selalu mengikuti atsar dan dalil. Beliau tidak pernah berhujjah, kecuali dengan dalil dari firman Allah atau sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Demikian ini merupakan kewajiban bagi seorang alim, mufti dan orang yang meminta fatwa. Karena Allah memerintahkan orang-orang yang tidak memiliki ilmu agar أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَMaka tanyakanlah kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.[An-Nahl/1643].Akan tetapi, sebagian kaum muslimin berhenti sampai ayat ini saja. Mereka lupa dan tidak melanjutkan ayat tersebut. Padahal kelanjutan dari ayat tersebut adalah بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِDengan keterangan-keterangan dan kitab-kitab.[An-Nahl/1644].Maksudnya, jika Anda tidak mengetahui, maka bertanyalah kepada orang yang mengetahui dengan disertai dalil, hujjah dan bukti-bukti. Itulah makna firman Allah بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِAgama dan hukum Allah tidak diambil kecuali berdasarkan keputusan ijma’, penjelasan dan kaidah-kaidah para ulama yang dilandasi dengan dalil-dalil syar’i. Dari situ, tumbuhlah persatuan. Persatuan yang wajib digalang oleh kaum muslimin harus bertumpu pada tauhid dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Persatuan secara fisik yang kita serukan harus didahului oleh persatuan atau kesamaan pemahaman. Pemahaman kita harus dilandasi dengan tauhid dan ittiba’ hanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan inilah makna dari firman أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِTegakkanlah agama dan jangan kalian berpecah belah tentangnya.[Asy Syura/4213].Allah melarang kita berpecah-belah, dan jangan sampai ada sesuatu yang memecah-belah kita. Allah juga melarang kita meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Shallallahu alaihi wa sallam telah memberitahukan kepada kita, bahwa pada akhir zaman nanti akan ada beberapa kaum yang mengingkari رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُRasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an dan yang semisal bersamanya As Sunnah. Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, “Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an! Apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah.[HR Abu Daud dan Tirmidzi].Kedudukan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sama dengan Al Qur’an. Di dalamnya disebutkan hal-hal yang halal dan haram. Orang yang mengingkari Sunnah, hukumnya kafir, keluar dari agama. Orang yang mengingkari Sunnah, berarti mengingkari Al Qur’ lihat, bagaimana Al Qur’an bisa sampai kepada kita? Al Qur’an sampai kepada kita dari generasi ke generasi. Para tabi’in mengambilnya dari para sahabat, dan para pengikut tabi’in mengambilnya dari para tabi’in. Begitu seterusnya, sehingga Al Qur’an bisa sampai kepada masa-masa terakhir ini, telah terjadi perbedaan. Kami menemukan beberapa kaum di antara mereka ada yang mengingkari Sunnah. Di antara mereka ada yang membacanya dengan niat mencari barakah dan tidak beramal dengan sunnah. Ada sebagian orang, yang sama sekali tidak perduli sama sekali dengan Sunnah, dan dia beranggapan bahwa yang dimaksud dengan Sunnah adalah satu hukum yang tidak ada sangsinya. Demikian ini merupakan dugaan yang para ulama, jika mengatakan “Sunnah” secara mutlak, maka maknanya tidak lepas dari dua Sunnah, sebagai sumber syari’at hukum. Dalam hal ini, kedudukan Sunnah sama dengan Al Qur’an, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُKedua Sunnah yang berarti sebagai salah satu hukum syar’i yang lima, yang berada di bawah wajib dan di atas mubah. Berdasarkan makna yang kedua ini, pelakunya akan diberi pahala, dan yang meninggalkannya tidak mendapat seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengambil dalil yang benar, maka lebih baik dia mengikuti jalan para sahabat, karena kebaikan hanya dari jalan mereka. Kemudian kebaikan ini diriwayatkan dan diambil oleh para tabi’in. Akan tetapi, pada jaman tabi’in, kebaikan tersebut tercampuri dengan noda dan bid’ah yang mulai muncul. Sehingga, muncullah kelompok-kelompok seperti Rafidhah, Qadariyah dan kelompok-kelompok sesat lainnya. Padahal, kebanyakan orang umumnya masih berada di atas kebaikan tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memberitahukan tentang keterasingan agama ini. beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda Sesungguhnya agama Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing. Maka keberuntungan bagi orang-orang yang asing. Ditanyakan kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Sekelompok orang yang sedikit, yang berada di kalangan orang yang banyak. Mereka memperbaiki Sunnah-ku yang telah dirusak oleh orang.”[HR Tirmidzi]Oleh karenanya, ketika Imam Ahmad mendengar seseorang berkata – saat fitnah banyak bermunculan, di antaranya bid’ah yang menyatakan Al Qur’an adalah makhluk dan fitnah lainnya, “Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam.” Maka Imam Ahmad berkata kepadanya ”Katakanlah, Ya, Allah. Matikanlah aku di atas Islam dan Sunnah’.”Kita memohon dan berdo’a kepada Allah, semoga kita dimatikan di atas Islam dan Sunnah, dan semoga kata-kata terakhir dalam hidup kita ialah laa ilaaha illallahRasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga memberitahukan kepada kita, bahwa setiap satu jaman berlalu dan datang jaman lain, maka semakin berat fitnah yang melanda umat ini dan perpecahan akan semakin nampak. Rasulullah Shallallahu alaihi wa salalm berkata kepada sahabatnya فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي – أي من يطول به العمر- فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًاSesungguhnya, barangsiapa yang hidup di antara kalian panjang umurnya, maka dia akan mendapatkan perbedaan yang sangat banyak.[HR Abu Daud].Perpecahan tersebut telah terjadi, dan ini adalah penyakit. Dan tidak ada satu penyakit, kecuali pasti ada obatnya. Obat dari penyakit ini, ialah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam lanjutan hadits itu بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِMaka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku, dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah peganglah sunnah tersebut dengan Sunnah para khulafa’ dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah satu. Karena itulah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي , lalu setelah itu Beliau berkata “عَضُّوْا عليها” dengan lafazh satu tersirat dalam sabda beliau ini bahwa sunnah Rasulullah dan sunnah khulafa’ Ar Rasyidin adalah satu –red dan tidak berkata “عَضُّوْا عَلَيْهِمَا” gigitlah keduanya, maksudnya peganglah ia dengan sekuat-kuatnya.Pada hakikatnya, semua ini merupakan agama Allah. Karena, sebagaimana Allah memilih Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai utusanNya dari kalangan manusia, maka Allah juga memilih untuk nabiNya sahabat-sahabat yang pilihan. Allah mengutus Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam kepada mereka untuk mengajar dan membersihkan mereka, sebagaimana yang telah Allah firmankan هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍDia-lah yang mengutus kepada umat yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membaca ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah Sunnah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya berada dalam kesesatan yang nyata.[Al Jumu’ah/622].Orang yang mencela Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, berarti dia telah mencela Allah. Orang yang mencela sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sungguh dia telah mencela Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Agama ini adalah dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para Salaful Umah, dari para sahabat dan tabi’in, seperti difirmankan يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًاDan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukminin, Kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.[An Nisaa/4115].Yang dimaksud jalan orang-orang mukminin, ialah para sahabat dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka dari kalangan para tabi’in dan pengikut tabi’in sampai hari kiamat tiba. Keberadaan mereka, akan terus ada sampai hari kiamat datang, seperti yang akan kita jelaskan, insya ini adalah agama yang nilai-nilainya dipraktekkan, bukan agama filsafat atau teori semata. Agama ini telah tegak pada masa-masa yang lalu, sejak zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, era sahabat dan para tabi’in. Apa yang menjadi agama pada masa itu, maka pada sekarang ini, hal tersebut juga merupakan bagian dari agama. Dan jika pada zaman mereka ada satu hal yang bukan dari agama, maka sekarang ini, hal tersebut juga bukan termasuk dari agama yang dicintai dan diridhai ini adalah Kitab Allah, dan Kitab Allah memerintahkan agar kita mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan Rasulullah, memerintahkan kita untuk mengikuti sahabat Rasulullah. Ini semua dicintai dan diridhai Allah. Begitulah yang difahami Imam Syafi’i dan ulama lainnya.Suatu waktu, Imam Syafi’i datang ke Masjidil Haram di Mekkah untuk menunaikkan ibadah haji. Beliau duduk dan berkata kepada orang-orang yang ada “Tanyalah kepadaku. Tidak ada orang yang bertanya tentang sesuatu kepadaku, kecuali aku akan menjawabnya dengan Kitabullah”.Maka ada orang awam berdiri dan bertanya “Wahai, imam. Ketika aku masuk Masjidil Haram, aku menginjak dan membunuh satu serangga. Padahal orang yang dalam keadaan ihram tidak boleh membunuh sesuatu. Akan tetapi, aku telah membunuh seekor serangga. Apa jawabannya dari Kitabullah?”.Setelah memuji Allah dan shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Imam Syafi’i berkata Allah berfirman مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ“Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” [An Nisa/4 80]Sementara Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِيMaka hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk.[HR Abu Daud]Dan di antara Khulafaur Rasyidin adalah Umar bin Khaththab. Kemudian beliau membawakan sebuah riwayat bahwa ada seseorang bertanya kepada Umar bin Khaththab tentang seseorang yang membunuh seekor serangga dalam keadaan ihram. Maka Umar menjawab, ”Tidak ada denda sangsi apa pun atas kamu”. Maka Imam Syafi’i berkata “Jawabanku dari Kitabullah, wahai orang yang berbuat seperti itu, sesungguhnya engkau tidak mendapat sangsi apapun. Itulah jawaban dari kitab Allah.”Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah menceritakan kepada kita, bahwa akan terjadi perpecahan pada umat ini. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan, Yahudi terpecah menjadi 71 golongan, Nashara akan terbagi menjadi 72 golongan. Dan kaum muslimin, akan terpecah menjadi 73 kelompok. Rasulullah kemudian berkata, semua kelompok itu –semuanya- akan masuk ke dalam neraka, kecuali satu kelompok saja. Ditanyakan kepadanya “Siapa mereka, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Yaitu orang-orang yang berada di atas jalanku dan jalan para sahabatku pada hari ini.”Perpecahan itu juga telah dijelaskan oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Para sahabat benar-benar menekuni agama ini dengan amalan nyata. Karena sesuatu yang bersifat teori, akal dan pemahaman bisa berbeda-beda. Namun, jika berbentuk praktek dan amalan, maka itu merupakan hal yang terbaik dalam menafsirkan firman Allah dan ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam . Perbedaan seperti ini sudah ada ketika muncul para imam dan Daulah Islam. Para fuqaha ahli fiqih jatuh ke dalam perbedaan tersebut. Namun perbedaan yang terjadi pada di kalangan mereka memiliki ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah yang sesuai dengan syar’i, sehingga tidak ada saling mencela dan fuqaha, terutama para imam yang empat, mereka saling mencintai. Kita juga harus mencintai mereka, berlepas diri dari orang-orang yang mencela mereka. Namun kita juga yakin, di antara mereka, tidak ada satu pun yang ma’shum. Semoga Allah memberikan rahmatNya kepada tetapi, setelah itu, pada masa akhir-akhir ini muncul fanatisme dan taqlid buta kepada imam-imam tersebut. Sehingga ada sebagian orang yang bermadzhab Syafi’i berkata, bahwa orang yang bermadzhab Syafi’i tidak boleh menikah dengan wanita yang bermadzhab Hanafi. Dan orang yang bermadzhab Hanafi tidak boleh menikah dengan wanita yang bermadzhab Syafi’i. Sehingga terjadilah fanatisme yang tercela dan taqlid buta yang tidak dicintai dan diridhai ini terpecah dengan perpecahan yang sangat dahsyat. Setiap golongan umat ini tidak beribadah kepada Allah, kecuali dengan madzhab satu imam. Kemudian pemahaman agama hanya diambil dari catatan-catatan dan buku-buku ulama terdahulu tanpa kembali kepada dalil-dalil yang syar’i. Sehingga semakin menambah perbedaan dan perpecahan umat ini, karena persatuan tidak akan mungkin terwujud kecuali jika dilandasi dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Seiring dengan bergulirnya waktu, maka perbedaan yang ada semakin keras dan kekuatan dan kekuasaan Islam hilang, muncul sekelompok orang yang ingin memperbaiki keadaan dan mendirikan agama ini. Masing-masing kelompok menempuh metode tersendiri, sehingga terjadi perpecahan dan perbedaan yang tajam di antara mereka. Padahal ahlul haq orang-orang yang berada di atas kebenaran masih ada. Dan sebelumnya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menceritakan tentang orang-orang tersebut dalam haditsnya لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُMasih akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada di atas kebenaran sampai hari kiamat datang.[HR Bukhari dan Muslim].Pada asalnya, kaum muslimin harus menjadi umat yang bersatu di atas tauhid dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam seperti yang telah kami jelaskan. Dan juga, satu sama lain harus saling mencintai karena agama Allah. Ketika terjadi perselisihan antara seorang Muhajirin dan seorang Anshar, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mendengar orang Anshar berkata “Wahai orang-orang Anshar!” dan yang Muhajirin berkata “Wahai orang-orang Muhajirin!”Sebutan Muhajirin dan Anshar adalah dua nama yang syar’i dan dicintai Allah. Allah telah menyebutkan dalam الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُDan orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan, maka Allah telah ridha kepada mereka dan mereka juga telah ridha kepada Allah. [At-Taubah/9100]Namun ketika terjadi perbedaan antara keduanya dan masing-masing memanggil kelompoknya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada mereka “Apakah kalian melakukan adat jahiliyah, padahal aku berada di tengah-tengah kalian?”Sabda Beliau “kalian telah melakukan adat jahiliyah” ini ditujukan kepada orang yang mengatakan “Wahai orang-orang Anshar” dan yang berkata ”Wahai orang-orang Muhajirin”.Jadi, seharusnya umat ini bersatu dan menjadikan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sebagai penentu hukum di antara mereka. Keduanya adalah agama yang diamalkan oleh para sahabat. Mengamalkan agama dengan pemahaman dan amalan para sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa yang mengikuti para sahabat akan terus ada, seperti disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُMasih akan terus ada satu kelompok pada umatku, mereka akan tetap berada di atas kebenaran sampai hari kiamat ini harus kita cermati. Dengan memahaminya, maka orang akan merasa tenang, tidak goncang dan bingung. Hadits ini penjelasannya Pertama Disebutkan di dalamnya “masih akan terus ada”, yang artinya “tidak akan terputus”. Maka siapa pun yang mengajak kepada kebenaran, lalu dakwahnya sampai kepada seorang tertentu, dan sebelumnya tidak ada kelompok atau jama’ah kecuali setelah orang tersebut muncul, maka dia tidak termasuk di dalam hadits ini. Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata ”Masih akan terus ada pada umatku”. Dan ahlul haq tidak pernah mengajak, kecuali kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan pemahaman para salafush shalih. Kelompok yang disebutkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ini akan terus ada dan memiliki sanad jalur periwayatan yang sampai kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “akan tetap eksis atau menang”. Ini tidak berarti mereka haruslah golongan yang kuat atau menang dengan kekuatan materi. Akan tetapi, mereka tetap menang dengan hujjah, dalil, keterangan, penjelasan dan kaidah-kaidah para ulama. Mereka tetap teguh di atas kebenaran. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan tentang keadaan mereka dalam sabdanya لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْTidak mempengaruhi mereka orang-orang yang tidak memperdulikan dalam riwayat Musnad Imam Ahmadإِلاَّ لَعْوَاءُ تُصِيْبُهُمْKecuali jika musibah yang menimpa mereka.Maka kelompok manapun, di negeri manapun, dan kapanpun mereka berada sementara musuh-musuh mereka berhasil mengecilkan nyali dan menekan mentalnya, maka mereka ini bukan yang termasuk dalam hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata “tidak mempengaruhi mereka orang-orang yang mencela dan mengganggu mereka”.Kelompok yang disebutkan ini adalah yang berada di atas agama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kelompok tersebut akan menjadi kelompok yang mendapat pertolongan dan akan menggenggam masa depan yang bagus. Allah telah menceritakan dalam KitabNya, dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam Sunnah-nya yang shahih, bahwa masa depan akan menjadi milik agama ini. Dan agama ini akan menang dan merambah seluruh كَانَ يَظُنُّ اَنْ لَّنْ يَّنْصُرَهُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ اِلَى السَّمَاۤءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنْظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهٗ مَا يَغِيْظُBarangsiapa yang menduga bahwa Allah tidak akan menolongnya Muhammad di dunia dan akhirat, maka hendaknya dia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah dia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya [Al-Hajj/2215].Makna ayat ini ialah Wahai, seluruh manusia. Barangsiapa yang menduga Allah tidak akan menolong Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan agamanya, maka lebih baik dia menggantung dirinya dengan tali di atap rumahnya, lalu membunuh dirinya. Karena Allah benar-benar menolong Nabi dan Shallallahu alaihi wa salalm pernah ditanya “Kota manakah yang lebih dulu dibebaskan, Qostantiniyah Konstantinopel yaitu di Turki atau Roma ibukota Italia?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab “Qostantiniyah dahulu, kemudian Roma.”Dan Qostantiniyah telah dibebaskan semenjak tahun 1543M, dibebaskan lebih dari 800 tahun setelah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan kabar tersebut dalam haditsnya. Dan kita sedang menunggu penaklukkan kota Roma, sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa Shallallahu alaihi wa sallam menceritakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tsauban سَتَكُوْنُ فِيْكُمْ النُّبُوَّةُ مَاشَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ رَاشِدَةٌ مَاشَاءَ اللهُ لَهَا أَنْ تَكُوْنَ ثُمَّ تَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ فِيْكُمْ مُلْكٌ مِيْرَاثِي مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي, ثُمَّ يَكُوْنُ لَكُمْ مُلْكٌ عَضُوْدِي –ملك جبري –مَاشَاءَ اللهُ لَهُ أَنْ يَكُوْنَ ثُمَّ يَنْقَضِي , ثُمَّ تَكُوْنُ فِيْكُمْ خِلاَفَةٌ عَلَى نَـهْجِ النُّبُوَّةِAkan datang pada kalian masa kenabian sesuai dengan kehendak Allah, setelah itu habis masanya. Lalu akan datang zaman Khilafah Rasyidah sesuai dengan kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan yang turun menurun sesuai dengan kehendak Allah, lalu setelah itu habis masanya. Lalu datang masa kerajaan dengan cara paksaan peperangan dengan kehendak Allah berdiri, lalu setelah itu habis masanya. Kemudian datang masa Khilafah yang berada di atas jalan samping Allah mempersiapkan segala sesuatunya untuk pendirian khilafah yang berada di atas jalan kenabian tersebut, Allah juga mempersiapkan sebab-sebabnya. Di antara sebabnya, adalah Allah memberikan kemudahan kepada para ulama untuk menjelaskan hadits-hadits shahih dan jalan para salafush shalih dari umat imam-imam ulama tersebut yang diawali oleh Bukhari, lalu Muslim, Nasaa-i, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Mereka semua bukanlah dari golongan bangsa Arab. Bukhari dari negeri Bukhara, Muslim dari Naisabur, Nasaa-i dari Nasaa’, Abu Dawud dari Sijistan, Ibnu Majah dari Qozwin. Mereka semua adalah orang ajam bukan Arab. Mereka adalah para ulama hadits, muncul setelah masa para imam empat, yaitu Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad. Pada zaman para fuqaha, Sunnah belum dibukukan dalam satu buku, namun setelah zaman Allah menurunkan keutamaanNya untuk kita di negeri Syam dengan munculnya Syaikh Imam dalam ilmu hadits yaitu Abu Abdir Rahman Muhammad Nashiruddin bin Nuh Najati Al Albani. Beliau datang dari negeri Albania, dibawa hijrah oleh ayahnya ke Damaskus guna menjaga agamanya. Kemudian diusir dari Damasqus, lalu menuju ke Yordania. Beliau tinggal disana lebih dari 50 tahun. Setiap hari selama lebih dari 18 jam, beliau melakukan penelitian terhadap hadits-hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , baik dari buku-buku cetakan atau dari manuskrip-manuskrip kuno. Selama itu, beliau mengarang dan menjelaskan hadits-hadits Nabi .Setelah itu, dengan keutamaan Allah, muncul ulama-ulama sunnah di negeri-negeri kaum muslimin. Mereka mengajak untuk kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan sunnah para sahabatnya. Inilah tanda-tanda khilafah yang telah diceritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan yang akan kembali kepada umat ini, Insya Allah. Khilafah tersebut berada di atas jalan kenabian, jalan para sahabat dan tabi’in yang datang setelah Beliau Shallallahu alaihi wa sebab itu, wahai saudara-saudaraku! Jika ingin menolong dan menyebarkan agama kita, maka kita harus mempelajari Al Qur’an. Karena dengan menghafal dan menjaganya, hati akan menjadi mulia. Dengan memahami dan mentadabburinya menghayatinya, akal pikiran menjadi mulia. Kita juga harus menghafal dan menjaga hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam , atsar para sahabat dan tabi’in. Mengetahui perkataan-perkataan mereka dalam menghukumi masalah-masalah. Kita juga harus selalu mempelajari agama Allah dengan dalil-dalilnya yang syar’i dan shahih. Kita jangan bersikap fanatik kepada seseorang, madzhab, kelompok dan jama’ah. Kita harus bersikap lembut, memberi nasihat, menunjukkan rasa cinta kepada saudara-saudara kita yang terjerumus ke dalam jurang fanatisme terhadap satu kelompok. Jika kamu menolak nasihat kami, maka jangan kamu berikan semua akalmu kepada yang engkau ikuti, teapi sisakan sedikit, agar kamu bisa bertadabbur dan berpikir. Jika kamu merasa berat untuk melihat kebenaran kecuali dari tempat yang sempit dan kamu merasa tertahan di tempat tersebut, maka hendaklah kamu menjaga kunci tempat tersebut di tanganmu atau di sakumu; jangan engkau buang jauh dan jangan berikan kepada orang lain. Karena, jika pada suatu saat kamu mengetahui mana yang benar, maka kamu bisa keluar dari tempat tersebut dalam keadaan tenang dan bebas. Dan kamu bisa melihat kebenaran dari tempat yang luas dengan dalilnya yang shahih dan syar’i. Akhirnya, engkau akan berjalan di atas jalan para ketahuilah dengan seyakin-yakinnya, wahai saudara-saudaraku! Sesungguhnya akhir umat ini tidak akan menjadi baik, kecuali jika mencontoh umat yang pertama. Tidak ada jalan untuk memperbaiki umat ini, kecuali dengan jalan para ulama, duduk di majlis para ulama, mempelajari agama dengan pemahaman mereka dan mengamalkannya, kemudian menyebarkannya. Maka dengan itu, kaum mukminin akan bergembira dengan pertolongan dari Allah. Saya mengharap kepada Allah, agar kita dijadikan dari salah satu sebab ditolongnya agama ini, dan sebab penyebarluasan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa Allah memberikan manfaat kepada kita dan menjadikan kita berguna bagi orang lain, juga menjadikan apa yang telah kita katakan dan kita dengar ini menjadi hujjah pembela untuk kita, bukan penggugat diri kita. Semoga Allah menjadikan itu semua sebagai timbangan kebaikan kita, dan menjadikan timbangan kita berat karenanya, Insya Allah.Naskah ini diangkat dari ceramah Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman di Universitas Islam Negeri Malang, pada tanggal 7 Desember 2004. Ditranskrip ulang dan diterjemahkan oleh al akh Nashiruddin[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] Syaikh Abu Abdirrahman Yahya bin Ali Al-Hajuriy hafidzahullah Soal hadits “Wajib atas kalian untuk berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang terbimbing”. Apakah arti “Sunnah Khulafaur Rasyidin” apabila mereka mengikuti sunnah nabi Shallallahu’alaihi wa aalihi Wasallam? Jawaban Arti hadits adalah bahwa diharuskan mengambil sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam, dan ini kewajiban bagi setiap muslim, dalam hal tersebut para Khulafaur Rasyidin, dan tidak diperbolehkan bagi seorangpun untuk meninggalkan sunnah Rasul-Nya.. Dan inilah arti sabdanya “Wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku” yaitu sesuai dengan jalannya Khulafaur Rasyidin. Dan Hadits sebagai dalil akan wajibnya mengikuti sunnah Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wa alaa aalihi wasallam sebagaimana pemahaman salaf yang Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin mereka. Dan sunnah dalam bahasa artinya jalan. Seorang penyair berkata من معشر سنت لهم آباؤهم ولكل قوم سنة وإمامها “Dari sekelompok orang yang telah di beri contoh oleh bapak-bapak mereka , dan setiap kaum mempunyai kebiasaan dan juga yang memimpinnya”. Maka maksudnya adalah memahami Qur’an dan Sunnah sebagaimana pemahaman mereka. Dahulu mereka jika berselisih, mereka kembali kepada dalil-dalil sebagai yang Allah azza wa jalla perintahkan. Allah berfirman قال تعالى وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللهِ الشورى 10 “Dan apa yang kalian perselisihkan maka keputusannya kepada Allah.” QS Asy-Syura 10 Dan ta’ala berfirman وقال تعالى ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ النساء59 “Dan jika kalian berpeda pendapat dalam suatu perkara, maka kembalikan lah kepada allah dan rasul, jika kalian beriman dengan allah dan hari akhir”. QS An-nisa 59; Dan Allah azza wa jalla berfirman وقال عز وجل ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾ [الأحزاب36]، “Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin dan mukminah jika ada keputusan Allah dan Rasul-Nya, justru mempunyai pilihan keputusan mereka dari sendiri”. QS Al-Ahzab 36 Maka tidak diperbolehkan bagi seseorang agama Allah untuk dia memilih dan meninggalkan semau dia. Allah berfirman قال الله ﴿فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ النساء65 “Maka tidak demi Rabb-mu, tidaklah mereka beriman sampai mereka menjadikanmu sebagai penengah dalam perselisihan mereka, kemudian mereka tidak mendapati keganjalan dalam diri mereka terhadap keputusan mu dan benar benar menerima.” QS Annisa 65 فالسنة دين والحجة هو كتاب الله وسنة رسوله، وليس لأحد سنة مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، وإلا لكان شرعًا آخر، “Maka sunnah adalah agama dan hujjah adalah kitabullah dan sunnah rasul-Nya” Dan tidak ada seorangpun yang mempunyai hak membuat sunnah yang setara dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa alaa aalihi wasallam, dan jika ada yang membuatnya , maka itulah ajaran lain. Allah berfirman والله يقول ﴿أَمْ لَهمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾ الشورى21 “Apakah mereka mempunyai sekutu yang mensyariatkan untuk mereka dalam agama, yang tidak pernah allah idzin kan, Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang yang zalim bagi mereka azab yang amat pedih.” QS Asy-Syura 21 ———————- 1 أسئلة عبر الهاتف من الإمارات، بتاريخ ليلة الجمعة 25 ذي الحجة 1422ه‍.. دماج – دار الحديث. Soal via telepon dari pemerintah, pada malam Jum’at tanggal 25 Dzulhijjah 1422H. Dammaj Darul Hadits. Sumber Saluran Telegram Fawaid Manhaj min aqwali Annashihul amin Yahya bin Ali Al-hajuriy hafidzahullah. Alih bahasa dan editor Team Ashhabulhadits سنة الخلفاء الراشدين ▫️ السؤال حديث عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين».. ما معنى سنة الخلفاء الراشدين إذا كانوا هم يتبعون سنة النبي صلى الله عليه وآله وسلم؟ ▫️ الإجابة معنى الحديث أنه يلزم الأخذ بسنة رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، وهذا واجب على كل مسلم بما في ذلك الخلفاء الراشدون، ليس لأحد ترك سنة رسوله .. فهذا معنى قوله عليكم بسنتي»، أي على طريقة الخلفاء الراشدين، وهذا الحديث دليل على وجوب اتباع سنة رسوله صلى الله عليه وآله وسلم على فهم السلف الذين ذروتهم الخلفاء الراشدون. ▫️ والسنة في اللغة الطريقة، قال الشاعر من معشر سنت لهم آباؤهم==ولكل قوم سنة وإمامها فالمقصود فهم الكتاب والسنة على فهمهم. كانوا إذا اختلفوا يعودون كما أمر الله عز وجل إلى الأدلة، قال تعالى ﴿وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللهِ﴾; [الشورى10]. وقال تعالى ﴿فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ﴾; [النساء59]. وقال عز وجل ﴿وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ﴾; [الأحزاب36]، ▫️ فليس لأحد أبدًا أن يختار ما شاء من دين الله ويترك ما شاء، قال الله ﴿فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾; [النساء65]. ▫️فالسنة دين والحجة هو كتاب الله وسنة رسوله، وليس لأحد سنة مع رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، وإلا لكان شرعًا آخر، والله يقول ﴿أَمْ لَهمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾; [الشورى21]. ———————- 1 أسئلة عبر الهاتف من الإمارات، بتاريخ ليلة الجمعة 25 ذي الحجة 1422ه‍.. دماج – دار الحديث. فوائد منهجية من أقوال الناصح الامين معنى سنة الخلفاء الراشدين Published by Jasmine Umar “Tidaklah aku menginginkan kecuali perbaikan selama aku sanggup. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan pertolongan Allah. Hanya kepadaNya aku bertawakal dan hanya kepadaNya-lah aku kembali” Huud 88 Abu Jasmine bin Umar bin Ali Nurdin Al-Palembangy Al-Andalasiyرحمه الله View all posts by Jasmine Umar Buletin At Tauhid Edisi 2 Tahun X Salah Kaprah Memaknai Sunnah Sebagian besar orang menganggap sunnah berarti adalah perkara yang tidak wajib sehingga boleh untuk ditinggalkan. Pengertian ini tidak salah secara itu hanya sebagian dari makna sunnah. Agar tidak salah, penting bagi kita untuk mendefinisikan sunnah dengan benar. Sunnah secara bahasa berarti jalan atau metode, baik itu jalan yang baik maupun jalan yang jelek. Hal ini bisa dilihat dari hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang mencontohkan jalan sunnah yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan sunnah yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” HR. Muslim. Dalam hadits ini, Nabi membagi ada sunnah yang baik dan sunnah yang jelek. Inilah makna sunnah secara bahasa. Adapun secara istilah, makna sunnah memiliki beberapa pengertian 1 Menurut istilah ulama ahli hadits, yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, pembenaran, maupun sifat-sifat yang ada pada diri beliau. Baik sebelum beliau diutus menjadi Nabi maupun sesudahnya. 2. Menurut istilah ulama ahli ushul, yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang bukan berasal dari Al Qur’an. 3. Menurut ulama ahli fikih, sunnah adalah perkara yang tidak wajib, artinya pelakunya berhak mendapat pahala dan jika meninggalkan tidak berdosa. Adapun makna sunnah menurut salafus shalih lebih luas dari makna di atas. Yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu yang sesuai dengan Al Qur’an dan jalan hidup Nabi beserta para sahabatnya, baik dalam masalah akidah, ibadah, maupun muamalah. Lawan dari makna ini adalah bid’ah. Sehingga dikatakan “orang tersebut di atas sunnah”, yakni jika amalannya sesuai dengan Al Qur’an dan petunjuk sunnah Nabi. Dan dikatakan “orang tersebut di atas bid’ah”, yakni apabila amalannya menyelisihi Al Qur’an dan sunnah Nabi, atau menyelisihi salah satunya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “As Sunnah adalah segala sesuatu yang merupakan ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam baik berupa keyakinan, perkataan, maupun perbuatan”. Lihat pembahasan ini dalam Kun Salafiyyan alal Jaddah Perintah Berpegang Teguh dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aku telah tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”HR. Al Hakim, derajat shahih. Dalam hadits di atas, Nabi yang mulia memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah, yang merupakan jalan beragama yang telah ditempuh oleh Nabi dan para sahabatnya. Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. “ QS. Al Hasyr7 Tegar di Atas Sunnah Jalan Keluar dari Fitnah Perpecahan dalam umat ini adalah suatu keniscayaan. Inilah sunnatullah, ketetapan Allah yang pasti terjadi. Digambarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang kondisi perpecahan umat ini dalam sabda beliau, “Ketahuilah, umat-umat sebelum kalian dari golongan ahlul kitab telah terpecah menjadi tujuh puh dua golongan, dan umat ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, satu golongan akan masuk surga yaitu al jama’ah” HR. Ahmad, derajat hasan. Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Semua golongan tersebut akan masuk neraka kecuali satu gologan yaitu orang yang berjalan di atas ajaran agamaku dan para sahabatku” HR. Tirmidzi, derajat hasan. Dua hadits di atas adalah berita yang shahih dari Nabi akan adanya perpecahan yang terjadi dalam umat ini. Demikian pula realita yang kita dapati kaum muslimin berpecah–belah menjadi banyak golongan. Lalu siapakah golongan yang selamat? Merekalah orang-orang yang senantiasa bepegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah serta memahaminya sesuai dengan pemahaman yang diajarkan Nabi kepada para sahabat beliau dan telah mereka amalkan. Inilah kelompok yang selamat. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berumur panjang di antara kalian, kelak dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka hendaknya kalian tetap berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa–ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya. Gigitlah dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap ajaran yang baru dalam agama Islam adalah termasuk perbuatan bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” HR. An Nasa’i, derajat hasan shahih. Berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah dan khulafaur rasyidin dan para sahabat, inilah solusi keluar dari fitnah perpecahan umat, tidak ada jalan lain. Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini terdapat perintah ketika terjadi perselisihan untuk berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan khulfaur rasyidin. Yang dimaksud sunnah adalah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh dengan keyakinan, perkataan, dan perbuatan Nabi dan khulfaur rasyidin. Inilah sunnah yang sempurna. Oleh karena itu para ulama salaf di masa silam tidak menamakan sunnah kecuali mencakup seluruh perkara tadi” lihat Jami’ul Ulum wal Hikam Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Qur’an dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. “ QS. An Nisaa’ 59 Bahaya Menyelisihi Sunnah Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”QS. An Nisaa’ 115 Sikap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus mendengar dan taat, serta tidak boleh menolak segala sesuatau yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah meniadakan iman bagi orang yang enggan dan menolak untuk mengikuti sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” QS. An Nisaa’65 Menjadi Asing Ketika Komitmen dengan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti awal mulanya. Maka keberuntungan bagi orang-orang yang asing” HR. Muslim. Demikianlah, keadan yang akan terjadi bagi orang-orang yang senantiasa berpegang teguh dengan sunnah. Akan dianggap orang yang asing karena banyaknya orang-orang yang tidak mengetahui sunnah dan menyelisihi sunnah. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa memberikan taufik kepada kita semua di atas jalan kebenaran. Wallahu waliyyut taufiq. Referensi utama Minhaaj Al Firqatin Naajiyah dan Kun Salafiyyan alal Jaddah Penulis Ustadz dr. Adika Mianoki Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta Jakarta - Jabal Rahmah menjadi salah satu tujuan ziarah para jemaah haji atau umrah. Bukit ini menjadi saksi dari banyaknya peristiwa bersejarah dalam perkembangan Islam, salah satunya yakni sebagai tempat pertama bertemunya Adam dan Hawa ketika di Rahman berlokasi di Arafah. Bukit ini diyakini masyarakat setempat sebagai tempat pertama peremuan Adam dan Hawa di Bumi. Tempat ini kemudian kerap disebut sebagai bukit cinta atau bukit kasih Jabal RahmahJabal Rahmah merupakan nama salah satu bukit yang secara geologis terbentuk dari bebatuan yang tingginya sekitar 70 meter. Sementara pegunungan Jabal Rahmah membentang mulai dari pegunungan As-Sa'ad menuju pertengahan tanah wukuf di Arafah dengan ketinggian 339 meter di atas permukaan laut. Di tengah Jabal Rahmah terdapat tugu atau monumen yang terbuat dari beton persegi empat berwarna putih. Lebarnya 1,8 meter dan tingginya 8 meter. Adapun Jabal Rahmah terletak di tepi Padang Arafah yang merupakan daerah pinggiran timur Makkah. Jaraknya sekitar 1,5 km dari Masjid lain dari Jabal Rahmah adalah bukit kasih sayang. Dinamai hal tersebut nama Jabal Rahmah diambil dari kata rahmah yang berarti kasih sayang. Hingga saat ini, Jabal Rahmah menjadi salah satu tempat legendaris yang tidak pernah sepi dari kunjungan jemaah haji maupun umrah dari seluruh menurut buku Doa-Doa Khusus Ibadah Haji yang disusun oleh Amirulloh Syarbini, asal-usul dari nama Jabal Rahmah juga berkaitan dengan peristiwa pertemuan antara Nabi Adam dan istrinya Siti Hawa setelah sekian lama dipisahkan oleh Allah SWT. Maksud kasih sayang dari Jabal Rahmah merujuk pada kasih sayang antara Adam dan Hawa yang telah lama Adam AS dan Siti Hawa berpisah selama 200 tahun saat diturunkan ke bumi, sebagaimana dikatakan Abdul Mutaqin dalam buku Kain Ihram Anak Kampung. Akhirnya keduanya bertemu di Arafah, yang saat ini dijadikan tempat pertemuan umat Islam setiap pendapat lain yang menyebut, Nabi Adam AS berpisah dengan Siti Hawa selama 500 tahun, 300 tahun, bahkan ada yang mengatakan 40 tahun. Wallahu a' Turunnya Wahyu Terakhir Rasulullah SAWBerdasarkan buku Mengais Berkah di Bumi Sang Rasul karya Ahmad Hawassy, selain menjadi tempat bertemunya kembali Nabi Adam AS dan Siti Hawa, Jabal Rahmah menjadi lokasi khutbah yang dilakukan Rasulullah SAW dalam menjelaskan kesempurnaan agama SAW menyampaikan turunnya Surat Al-Maidah ayat 3 merupakan wahyu terakhir yang mengabarkan bahwa Islam sudah yang disampaikan Sang Rasul saat Haji Wada haji terakhir itu disambut dengan begitu gembira oleh umat muslim, kecuali Umar bin Khattab dan Abu Bakar Ash Shiddiq yang memiliki firasat akan ditinggalkan Rasulullah. Oleh sebab itulah mereka berdua pun khutbah terakhir itu, Rasulullah menekankan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Rasulullah pun telah menyampaikan apa yang diperintahkan oleh Allah dengan jelas kepada seluruh umatnya. Pedoman umat muslim yang berupa Al-Quran dapat dijadikan penolong dan sumber utama dalam menyelesaikan masalah hingga akhir ke Jabal Rahmah Saat Hari ArafahBersumber dari buku 1001 Fakta Dahsyat Mukjizat Kota Makkah yang ditulis oleh Asima Nur Salsabila, pada dasarnya tidak terdapat petunjuk langsung dari Rasulullah SAW yang menjadi dasar hukum bagi jemaah haji untuk menaiki Jabal Rahmah sebagaimana yang sering dilakukan oleh orang-orang saat hari itu, tidak ada petunjuk dari Rasulullah SAW ketika berhaji untuk menaiki gunung tersebut dan menjadikannya sebagai bagian dari manasik. Rasulullah SAW pernah berpesan dalam sabdanya, "Ambillah manasik haji dariku."Mengikuti Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin dan para sahabat setia serta pengikut Rasulullah SAW tidak pernah naik ke gunung tersebut ketika mereka sedang berhaji, juga tidak menjadikannya sebagai bagian dari manasik haji. Mereka hanya mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang pada saat itu juga tidak dari sumber yang sama, terdapat dalil yang menjelaskan bahwa Rasulullah SAW berada di bawah gunung tersebut di sisi batu besar. Beliau bersabda, "Aku wukuf di sini, namun seluruh Arafah merupakan tempat yang boleh digunakan untuk melakukan wukuf. Naiklah dari perut Arafah."Oleh karena itu, para ulama menganggap bid'ah perbuatan yang menyatakan naik ke Jabal Rahma ketika berhaji malah meembuatnya dianggap sebagai bagian dari manasik haji. Sebab, menurut hadits riwayat Muslim, seseorang yang melakukan amalan yang tidak ada dalam tuntunan dari Allah dan Rasul-Nya, maka amalannya akan sisi lain, bukan berarti mengunjungi Jabal Rahmah ketika berhaji menjadi larangan atau sesuatu yang diharamkan. Jadi, jelas bahwa mengunjungi Jabal Rahmah bukan salah satu ajaran dan hal yang dianjurkan oleh Rasulullah tetapi boleh dilakukan dengan maksud mulia lainnya seperti misalnya ziarah, menambah pengetahuan, atau sekadar melihatnya sebagai salah satu bukti kekuasaan penjelasan dari kisah mengenai bukit Jabal Rahmah yang menjadi salah satu destinasi jemaah haji yang berkesempatan untuk berkunjung.

mengikuti sunnah para sahabat dan khulafaur rasyidin merupakan perintah